A. Pengantar
Sampai tahun 1950-an pendekatan rancangan silabus yang diuraikan dalam bab I sebagian besar sudah cukup untuk mendukung pengajaran bahasa. Fokus pengajaran bahasa Inggris umumnya dalam kesulitan linguistik yaitu pada penggunaan tingkat kosakata. Bahasa Inggris diajarkan hanya pada struktur dan kosakata. Darian (1972, 94) mengomentari materi yang berpengaruh di Michigan yang diproduksi oleh Universitas Michigan, mengeluhkan:
Ada cara “contextual material”, yaitu memilih kalimat untuk latihan. Kalimat yang dipilih adalah kalimat yang sempurna, sedangkan ungkapan yang wajar, tetapi jarang ada kaitan dengan yang lain.
Zaman sekarang banyak pendekatan pengajaran bahasa yang disediakan, seperti pengadaan buku bahasa Inggris untuk perjalan dan perdagangan yang membicarakan beberapa topik, situasi, dan kalimat yang baik dan memfokuskan pada teknik berbahasa Inggris untuk pekerjaan. Tetapi akhirnya, tipe buku atau kursus bahasa yang secara kebetulan menjadi trend di pengajaran bahasa Inggris juga mengajarkan bahasa Inggris secara umum, atau kadang-kadang mengarah ke lain hal. Bahasa Inggris bukan hanya untuk tujuan khusus.
Guru dan peserta didik merupakan komponen utama dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran, guru bertanggung jawab mengatur dan mengelola lingkungan sekolah dan pencapaian tujuan pendidikan sesuai arah yang diinginkan. Guru harus mampu mengelola seluruh proses kegiatan pembelajaran dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar sedemikian rupa sehingga setiap peserta didik dapat belajar secara efektif dan efisien (Slameto, 2003: 98). Dalam menciptakan kondisi belajar yang kondusif tidak terlepas dari kemampuan guru dalam memilih pendekatan ataupun metode pembelajaran yang tepat yang sehingga dapat mengarahkan pembelajar pada tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam bidang pengajaran, metode adalah rencana penyajian bahan secara menyeluruh dengan urutan yang sistematis berdasarkan pendekatan tertentu. Pendekatan adalah seperangkat asumsi korelatif yang menangani hakikat pengajaran dan pembelajaran bahasa. Metode merupakan rencana keseluruhan bagi penyajian bahan bahasa secara rapi dan tertib, bagian-bagiannya tidak ada yang berkontradiksi, dan kesemuanya itu didasarkan pada pendekatan terpilih.
B. Pencarian Metode Baru
Pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing menjadi semakin berkembang setelah Perang Dunia ke II. Para imigran, pengungsi, dan mahasiswa asing yang membutuhkan kursus bahasa Inggris semakin meningkat di Inggris, Kanada, Amerika, dan Australia. Peran bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi internasional telah meluas secara cepat pada tahun 1950-an. Banyak mobilitas yang jauh lebih besar dari masyarakat sebagai akibat dari pertumbuhan perjalanan udara dan turis internasional. Pertumbuhan cepat bahasa Inggris sangat penting di dunia perdagangan internasional. Peran bahasa Inggris didukung oleh pertumbuhan radio, film, dan televisi. White (1988: 9) berkomentar:
Pada zaman pertengahan, bahasa Inggris adalah bahasa yang digunakan di daerah-daerah tertentu, sementara bahasa Prancis adalah bahasa negara. Pada abad keduapuluh, bahasa Inggris menjadi bahasa dunia berkat warisan linguistik dari Kerajaan Inggris, munculnya USA sebagai kekuatan terbesar English-Speaking, serta secara kebetulan berkembang pula industri dan teknologi di abad 19 dan 20.
Semua perkembangan ini mendukung perlunya pembelajaran praktis bahasa Inggris bagi orang-orang di berbagai belahan dunia. Penguasaan bahasa secara akademis mungkin bisa didapat salah satunya dalam kursus-kursus tertentu.
Respon awal dari profesi pengajaran bahasa Inggris adalah untuk mengeksplorasi arah baru dalam metodologi. Ini diasumsikan bahwa dalam rangka memenuhi perubahan kebutuhan pelajar bahasa, metode pengajaran yang lebih modern yang diperlukan adalah metode pengajaran yang mencerminkan pemahaman terbaru dari sifat bahasa dan pembelajaran bahasa. Linguistik adalah sumber teori tentang organisasi dan struktur bahasa yang diterapkan dalam penyebab baru "berbasis ilmiah" dalam metode pengajaran. Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai beberapa topik di antaranya adalah pendekatan struktural, pendekatan audiolingual, pergantian kebutuhan bagi bahasa asing di Eropa, English for specific purposes, pendekatan komunikatif, dan munculnya pendekatan kurikulum dalam pengajaran bahasa.
C. Pendekatan Struktural
Tahun 1950-an dan 1960-an pengajaran bahasa mulai mengembangkan adanya metode. Di Kerajaan Inggris Raya, para linguis mengembangkan metodologi di abad 20-an dan 30-an yang menghubungkan secara hati-hati tingkatan tata bahasa dan leksikal syllabus. Pendekatan itu memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
- Silabus yang terstruktur dengan tingkatan level kosakata.
- Presentasi yang bermakna dengan struktur situasi untuk konteks pengajaran baru.
- Aktivitas kegiatan kelas dengan metode PPP (Presentasi–Praktik– Produksi).
Pengajaran bahasa situasional, yaitu bahasa diajarkan dengan mempraktikkan atau melatih struktur-struktur dasar dalam kegiatan-kegiatan berdasarkan situasi yang bermakna. Titik pembelajarannya pada penguasaan bahasa lisan. Sebelum pembelajaran, diteliti terlebih dahulu persamaan dan perbedaan bahasa ibu dengan bahasa yang akan diajarkan, terutama persamaan dan perbedaan mengenai; bunyi-bunyi bahasa, perbendaharaan kata-kata, serta struktur kata dan kalimat.
Metode ini dikenal sebagai Pendekatan Situasi atau Pendekatan Struktural-Situasi atau Pendekatan Situasi Mengajar Bahasa. Metode ini kemudian menjadi metode paling mutakhir di lingkungan bahasa Inggris British sejak tahun 1950-an. Buku-buku kursus yang terkenal dengan metode ini adalah seri Robert O’Neill’s Kernal (Longman, 1978). Di negara-negara kolonial, seperti Singapura, administrasi “Kurikulum Bahasa Inggris di sekolah-sekolah menengah pada awal tahun 1950-an diikuti tradisi pengajaran bahasa Inggris di sekolah–sekolah Inggris, dengan fokus studi bahasa dan sastra” (Ho, 1994: 222). Diaplikasikan juga oleh negara koloni yang lain seperti Malaysia, India, dan Hongkong.
Tidak ada ketentuan untuk pekerjaan dan tata bahasa yang dirancang khusus untuk membantu para pelajar. Bahasa Inggris diajarkan di sekolah-sekolah sebagai subjek diskrit dan bertujuan untuk menyiapkan pengetahuan membaca bahasa Inggris siswa melalui studi tata bahasa Inggris dan teks yang dipilih serta menerapkan prinsip-prinsip tata bahasa seperti kosakata. Untuk pemahaman teks-teks tersebut diperlukan bantuan sebuah kamus dwibahasa (Ho, 1994: 222-226).
Kemudian metode ini digantikan oleh sebuah TESL (Teaching English as a Second Language) atau TEFL (Teaching English as a Foreign Language), yaitu pendekatan yang didasari pada silabus struktural dan situasi latihan berbasis metodologi. Pendekatan struktural silabus juga dipakai di Australia sebagai basis untuk mengajar program bahasa Inggris untuk para imigran sejak tahun 1950-an (Ozolins 1993).
D. Metode Audiolingual
Audiolingual method atau metode audiolingual ini seringkali dinamakan Aural-Oral Approach atau Pendekatan Dengar-Ucap (Djunaidi, 1988: 40). Adapula yang menamakannya Mimicry-Memorization Method atau Metode Meniru-Menghapal. Kadang metode ini juga dikenal sebagai Informant-Drill Method. Metode ini mulai dikenal pada saat Amerika Serikat memasuki Perang Dunia II. Untuk melatih personilnya agar dapat menguasai bermacam-macam bahasa asing secara aktif dalam waktu yang singkat, angkatan darat Amerika Serikat dengan bantuan universitas menyelenggarakan program pengajaran bahasa asing di bawah program latihan khusus angkatan darat.
Pelajaran bahasa asing diberikan dengan sangat intensif dan menggunakan pendekatan aural-oral atau listening-speaking. Karena penyelenggara program sekolah bahasa ini adalah angkatan darat maka tidak mengherankan kalau metode yang digunakannya sering didengar dengan Army Method atau Metode Tentara. Hasil yang dicapai sangat mengesankan sehingga setelah perang berakhir banyak sekolah bahasa atau lembaga bahasa didirikan atas dasar sistem dan metode tersebut, baik di Amerika Serikat atau di negara-negara lain.
Teori bahasa yang mendasari Aural-Oral Approach adalah teori linguistik struktural. Menurut teori ini bahasa adalah speech atau ujaran dan tulisan merupakan alata perekam bahasa. Ujaran terdiri atas pola-pola kalimat dasar atau struktur bahasa. Bahasa diajarkan melalui latihan-latihan lisan yang intensif dan sistematis dari pola-pola kalimat dasar. Tata urutan bahasa yaitu aural (listening) atau mendengarkan, kemudian oral (speaking) atau berbicara, selanjutnya reading atau membaca, dan writing atau menulis.
Para penganut teori ini menganggap bahwa bahasa merupakan manifestasi dari tingkah laku manusia yang telah menjadi kebiasaan dan belajar bahasa asing pada hakikatnya adalah pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru. Kebiasaan yang baik dibentuk dengan cara memberikan respon atau tanggapan yang benar dan bukannya pembuatan kesalahan. Kesalahan dapat dikurangi dengan latihan penggunaan pola-pola kalimat yang benar. Keterampilan berbahasa akan dipelajari dengan lebih efektif kalau penyajian lisan mendahului menyajian tulisan. Selanjutnya, analogi memberikan dasar yang lebih baik untuk belajar bahasa daripada analisis. Penjelasan tentang kaidah bahasa tidak diberikan sampai pelajar mendapat cukup latihan untuk dapat menarik kesimpulan secara analogis. Drills atau latihan-latihan memungkinkan pelajar menarik analogi yang benar. Karena itu pengajaran tata bahasa lebih bersifat induktif daripada deduktif.
Tujuan pengajaran bahasa pada tahap awal dipusatkan pada keterampilan mendengarkan dan berbicara. Secara bertahap keterampilan membaca diberikan berdasarkan apa yang telah dikuasi secara lisan dan keterampilan menulis diajarkan berdasarkan apa yang telah dibicarakan dan dibaca. Silabus metode audiolingual adalah silabus linguistik yang berisi pokok-pokok bahasan tentang fonologi, morfologi, dan sintaksis bahasa tersebut yang diatur berdasarkan urutan penyajiannya. Tata urutan pengajaran pola kalimat biasanya didasarkan pada prinsip bahwa pola kalimat sederhana diajarkan terlebih dahulu dari pola kalimat yang lebih kompleks.
Kegiatan belajar-mengajar di kelas sebagian besar terdiri dari dialog dan drill atau latihan-latihan. Dialog digunakan untuk memberikan konteks pola kalimat dan menggambarkan situasi penggunaannya dan mungkin juga aspek kebudayaan dari bahasa tersebut. Latihan yang digunakan ada beberapa macam, yaitu; pengulangan, perubahan bentuk kata yang diulang, penyempurnaan kalimat yang diberikan, perubahan kalimat, dan penggabungan dua kalimat menjadi satu. Metode audiolingual adalah metode yang berpusat pada guru, sedangkan teknik pengajarannya dipusatkan pada ketepataan ujaran. Penjelasan tentang kaidah bahasa diberi porsi sedikit. Bahasa asing yang diajarkan dipergunakan sebagai bahasa pengantar pelajaran.
Di Amerika pada tahun 1960-an, pengajaran bahasa juga di bawah kekuasaan kekuatan Metode Audiolingual. Stern (1974: 63), menjelaskan periode dari tahun 1958 s/d 1964 sebagai “Zaman keemasan aliran audiolingual.” Ini menarik pada karya linguistik struktural Amerika, yang menetukan dasar untuk silabus tata bahasa dan pendekatan pengajaran bahwa tarikan itu lebih ringan di teori aliran Behavioris. Belajar bahasa sudah dipelajari tergantung kelakuan yang dapat dibuktikan dengan cara pengulangan. Linguis Bloomfield (1942:12) menyatakan sebuah prinsip yang menjadi prinsip inti dari audiolingualism: teknik pengajaran yang memanfaatkan pengulangan dialog dan praktik sebagai dasar, untuk otomatisasi diikuti oleh latihan-latihan yang melibatkan pola belajar menransfer ke situasi baru. Rivers (1964) sebelumnya berasumsi tentang audiolingualism sebagai berikut.
- Kebiasaan diperkuat oleh penguatan.
- Kebiasaan bahasa asing dibentuk lebih efektif dengan memberikan jawaban yang benar, bukan membuat kesalahan.
- Bahasa adalah perilaku dan perilaku dapat dipelajari hanya dengan mendorong pelajar untuk berperilaku.
Seri bahasa Inggris Lado (Lado, 1978) adalah didasari pendekatan ini. Metode yang serupa telah dikembangkan di Eropa dan dikenal menjadi metode Audiovisual Disebut metode Audiovisual karena menggunakan visual yang berarti menyajikan dan melatih jenis-jenis bahasa baru.
Daya tarik dengan metode dan pencarian metode yang terbaik menjadi sebuah keasyikan pengajaran bahasa untuk 20 tahun ke depan. Lange mengobservasi (1990: 253) mengungkapkan pernyataan sebagai berikut.
Pengajaran bahasa asing … memiliki orientasi dasar untuk metode mengajar. Sayangnya, “metodologi” baru ini menjadi menonjol tanpa banyak dikaji. Keprihatinan pada metode ini tentunya bukan karena ia adalah metode baru. Daya tarik metode ini berawal dari akhir 1950-an, ketika guru bahasa asing amatir dituntun untuk percaya bahwa ada metode untuk memperbaiki "masalah belajar-mengajar bahasa".
E. Pergantian Kebutuhan bagi Bahasa Asing di Eropa
Unsur yang hilang dalam untuk metode baru adalah sejauh mana pertimbangan metode pengajaran diperuntukkan bagi kebutuhan pelajar. Jupp dan Hodlin mengangkat masalah ini tahun 1975.
Peningkatan pengajaran bahasa Inggris (sejak pertengahan 1950-an) disertai pengenalan metode dan materi baru di kelas, terutama sekali sejak 1960-an. Perubahan ini sangat radikal dan dapat disebut pengajaran revolusi. Tapi revolusi ini sudah diikuti dengan situasi atau motivasi pelajar; mengenai bagaimana orang belajar dan apa bahasa itu… mempertimbangkan kenapa orang belajar bahasa kedua atau evaluasi hasil yang lebih ataupun kurang.
Tahun 1969, Konsul Eropa (daerah organisasi negara-negara Eropa memperkenalkan kebudayaan dan pendidikan), yang memperkenalkan pembelajaran bahasa asing yang lebih efektif, memutuskan bahwa:
- pemahaman penuh akan tercapai antara negara-negara Eropa, jika rintangan bahasa antara mereka dapat dihapus,
- perbedaan linguistik adalah bagian warisan kebudayaan dan itu harus melewati pelajaran bahasa modern, menambah sumber kekayaan intelektual daripada rintangan kesatuan,
- hal di atas dapat terpenuhi jika studi mengenai bakan bahasa Eropa modern menjadi pengertian umum di Eropa. (Concil of Europe, 1969: 8).
Agar mendapat tanggapan, pertimbangan ini dapat didasari pada informasi sosial. Van Els, T. Bongaerts, G. Extra, C. Van Os, dan A. Janssen-van Dieten (1984, 159) mengajukan beberapa pertanyaan untuk mempertimbangkan waktu:
- Apakah mempertimbangkan kepentingan semua anggota komunitas yang tahu bahasa asing ataukah hanya untuk tujuan profesional?
- Berapa banyak bahasa, dan bahasa apa saja, yang dipelajari/ dibutuhkan?
- Bagaimana permintaan untuk masing-masing bahasa? Apakah setiap orang membutuhkan keahlian yang sama, atau keahlian tingkat yang sama?
- Apakah membutuhkan kestabilan pola?
F. English for Specific Purposes
Berfokus untuk membuat kursus bahasa lebih relevan membutuhkan beberapa periode menjadi Languages for Specific Purposes (LSP), yang sekarang dikenal sebagai English for Specific Purposes (ESP). ESP berfokus pada berikut ini.
- Kebutuhan dalam menyiapkan pertumbuhan jumlah mahasiswa berlatar belakang nonbahasa Inggris untuk belajar di kampus Amerika dan Inggris dari tahun 1950-an.
- Kebutuhan dalam menyiapkan materi-materi untuk mengajarkan mahasiswa yang secara umum sudah mahir berbahasa Inggris, namun membutuhkan bahasa Inggris untuk dipakai dalam kepegawaian. Misalnya, mahasiswa yang bukan berlatar belakang bahasa Inggris dokter, namun sedang belajar/ bekerja di negara yang berbahasa Inggris sebagai perawat, Insinyur, atau peneliti.
- Kebutuhan materi untuk orang yang membutuhkan bahasa Inggris dengan tujuan bisnis.
- Kebutuhan untuk mengajarkan bahasa yang dibutuhkan untuk urasan pekerjaan pada para imingran.
Martin (1976, mengutip melalui Jordan, 1997: 53) mendeskripsikan daftar kosakata akademi ke dalam 3 kategori:
- Proses penelitian: kosakata pertama adalah kata kerja dan kata benda dan menyajikan di konteks yang mendiskusikan 5 langkah penelitian: bentuk, investigasi, menganalisis, menggambarkan kesimpulan, dan melaporkan hasil.
- Kosakata analisis: termasuk didalamnya frekuensi dan dua kata akta kerja dibutuhkan agar menyajikan informasi yang rapi. Contohnya, terdiri atas, hasil dari kelompok, menyimpulkan, dasar, dicatat untuk.
- Kosakata evaluasi: termasuk di dalamnya kata sifat dan kata keterangan yang ditinjau kembali, kritik, dan beberapa laporan.
Identifikasi pola sebuah teks organisasi fokus pada pendekatan ini. Hoey (1979, 1983) menguraikan, sebagai berikut.
1. Pembukaan
a) Menarik pemembaca langsung ke subjek atau masalah.
b) Menjelaskan mengapa Anda menulis.
c) Buktikanlah kepada pembaca dengan menunjukkan keyakinan, sikap, dan pengalaman.
a) Menarik pemembaca langsung ke subjek atau masalah.
b) Menjelaskan mengapa Anda menulis.
c) Buktikanlah kepada pembaca dengan menunjukkan keyakinan, sikap, dan pengalaman.
2. Latar belakang
a) Jelaskan masalah alaminya, sejarah, dan penyebab.
a) Jelaskan masalah alaminya, sejarah, dan penyebab.
b) Jelaskan revelansi masalah pembaca,
keinginan dan alasan ketertarikan pada masalah penting kepada pembaca.
keinginan dan alasan ketertarikan pada masalah penting kepada pembaca.
3. Argumentasi
a) Menyatakan premis mayor.
Termasuk di dalam informasi penting untuk membuat jelas dan dapat diterima.
a) Menyatakan premis mayor.
Termasuk di dalam informasi penting untuk membuat jelas dan dapat diterima.
b) Menyatakan premis minor, dan termasuk di dalam informasi.
c) Menyatakan kesimpulan.
d) Tunjukkan posisi Anda lebih baik.
4. Kesimpulan
a) Jelaskan implikasi argumen Anda.
b) Ringkaskan argument Anda: masalah, kesimpualn dan alasan-alasan untuk diterimanya.
G. Communicative Language Teaching (CTL)
Communicative Language Teaching adalah pengajaran bahasa secara komunikatif (Djunaidi, 1988: 44). Menurut pendekatan komunikatif ini tujuan pengajaran bahasa ialah untuk mengembangkan kemampuan komunikatif serta prosedur pengajaran keempat keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis) yang mengakui interdependensi atau saling ketergantungan antara bahasa dan komunikatif.
Pengajaran bahasa komunikatif merupakan pendekatan yang luas untuk pengajaran bahasa. Pendekatan komunikatif difokuskan pada komunikasi sebagai prinsip organisasi pada pengajaran, serta difokus pada sistem ketatabahasaan pada bahasa. Pada tahun 1970-an merupakan periode ketika orang-orang menjadi lebih komunikatif.
Pada poin ini, hal yang terpenting adalah untuk menciptakan sebuah perubahan dalam pengajaran bahasa berdasarkan kebutuhan sosial dan kebutuhan pembelajar sebagai sebuah titik awal pada praevaluasi pengajaran bahasa. Ketika satu kebutuhan telah teridentifikasi, target pengajaran akan dapat diidentifikasikan.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pembelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan bahwa kompetensi pembelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu menyimak, membaca, berbicara, serta menulis.
Pendekatan komunikatif memandang bahwa bahasa adalah sarana berkomunikasi. Adapun tujuan dari pendekatan ini adalah agar para pembelajar terampil berbahasa, dapat berkomunikasi dengan baik dalam bahasa sasaran. Munculnya pendekatan komunikatif disebabkan adanya ketidakpuasan dari para praktisi dan ahli terhadap pendekatan audiolingual, dikarenakan para pelajar setelah belajar beberapa tahun, tetap belum lancar berkomunikasi dalam bahasa target.
Pendekatan komunikatif adalah istilah yang umum tentang pendekatan yang bertujuan untuk melatih kompetensi komunikatif. Kompetensi komunikatif yaitu kemampuan untuk berkomunikasi dengan tepat secara sosial tidak hanya membuat kalimat-kalimat yang benar secara gramatikal. Pendekatan komunikatif dimaksudkan agar para pembelajar pada akhirnya dapat menguasai seluruh komunikasi tanpa menganalisis bahasa menjadi satuan-satuan gramatikal atau unsur-unsur kebahasaan seperti pola kalimat, kosakata, dan sebagainya. Maka dari itu, dalam proses pengajarannya pun para peserta didik lebih banyak diberi pengayaan dalam pengalaman-pengalaman berkomunikasi.
Pendekatan pengajaran ini berusaha agar kejadian real di masyarakat dapat masuk ke dalam kelas (Yusman, 2010). Dengan demikian peserta didik dapat melihat dan mempraktikkan situasi real yang dimaksudkan. Contoh, dalam kelas bahasa, percakapan untuk membeli baju di sebuah toko menjadi sebuah kenyataan. Artinya kelas tersebut sejauh mungkin dapat diubah seakan-akan menjadi toko mini, di mana peserta didik dapat melihat baju dan bertemu dengan seorang pedagang.
Pendekatan komunikatif berdasarkan pada teori bahasa yang menyatakan bahwa pada hakikatnya bahasa itu merupakan suatu sistem untuk mengekspresikan makna. Teori ini lebih memberi tekanan pada dimensi semantik dan komunikatif dibandingkan pada ciri-ciri gramatikal bahasa. Oleh karena itu, dalam pembelajaran bahasa yang berdasarkan pada pendekatan komunikatif, menekankan pembelajar pada belajar berkomunikasi bukan menekankan pada pengetahuan tentang bahasa.
Kegiatan belajar dikembangkan dengan mengarahkan pembelajar ke dalam komunikasi nyata. Pembelajar dituntut pula untuk menggunakan bahasa yang dipelajarinya. Teori belajar yang cocok untuk pendekatan ini adalah pemerolehan bahasa kedua secara alamiah. Teori ini beranggapan bahwa proses belajar bahasa lebih efektif apabila bahasa diajarkan secara informal melalui komunikasi langsung di dalam bahasa yang sedang dipelajari.
Perbedaan pokok antara metode audiolingual dan pendekatan komunikatif (Djunaidi, 1988: 44).
- Metode audiolingual lebih menekankan struktur dan bentuk dari pada makna, sedangkan pendekatan komunikatif lebih menekankan makna dan fungsi daripada bentuk dan struktur.
- Menurut metode audiolingual belajar bahasa bertujuan untuk menguasai sistem tata bunyi, tata bahasa, dan kosakata. Sedangkan menurut pendekatan komunikatif, belajar bahasa bertujuan untuk mendapatkan kemampuan komunikatif.
- Dalam metode audiolingual, guru berperan sebagai pengarah dan pengawas proses belajar. Sedangkan dalam pendekatan komunikatif guru berperan sebagai fasilitator dan motivator proses belajar.
Communicative language teaching (CTL) adalah pendekatan pengajaran bahwa hasil dari fokus komunikasi sebagai organisasi utama untuk mengajar daripada fokus ke tata bahasa sistem bahasa. Wilkins menguraikan daftar komponen-komponen kemampuan komunikasi lebih efisien, yaitu sebagai berikut.
- Mempertimbangkan kemungkinan detail untuk tujuan sebagi target bahasa.
- Beberapa ide dijadikan setting ketika mereka ingin menggunakan target bahasa.
- Peran sosial akan mengasumsikan para pelajar untuk target bahas mereka.
- Acara komunikasi yang mana para partisipans dapat turut serta.
- Fungsi bahasa dalam acara komunikasi tersebut, apa yang para pelajar dapat lakukan dan sampaikan.
- Pengembanagn nosi.
- Keahlian kerjasama, bisa pidato atau keahlian teatrikal.
- Varietas target bahasaakan diperlukan dan level ini dalam kemampuan berbahasa bicara maupun menulis.
- Isi tata bahasa akan dibutuhkan.
- Isi leksikal akan dibutuhkan.
H. Munculnya Pendekatan Kurikulum dalam Pengajaran Bahasa
Ada emapat pertanyaan yang paling fundamental yang harus dijawab mengenai perkembangan kurikulum dan rencana pembelajaran, sebagai berikut.
- Apa tujuan pendidikan yang harus sekolah cari untuk berhasil dalam mencapai tujuan?
- Apa pengalaman pendidikan dapat dijadikan tambahan tujuan untuk berhasil dalam mencapai tujuan?
- Bagaimana pengalaman pendidikan dapat efektif dan teroganisir?
- Bagaimana kita dapat menemukan tujuan untuk berhasil dalam mencapai tujuan? (Tyler, 1950: 1)
Model yang lebih sederhana, terlihat seperti berikut ini.
Maksud dan tujuan
↓
Isi
↓
organisasi
↓
evaluasi
Nicholls dan Nicholls (1972, 4), menguraikan perkembangan kurikulum 4 tahap:
- Pemeriksaan cermat, menggambar pada semua sumber yang tersedia pengetahuan dan penilaian, tujuan pengajaran, baik dalam kursus mata pelajaran tertentu atau melalui kurikulum secara keseluruhan.
- Penggunaan pengembangan dan uji coba di sekolah-sekolah dari metode-metode dan materi yang dinilai paling suka untuk mencapai tujuan yang disepakati guru.
- Dalam penilaian sejauh mana pekerjaan pembangunan pada kenyataannya mencapai tujuannya. ini bagian dari proses dapat diharapkan untuk memprovokasi pemikiran baru tentang tujuan sendiri.
- Elemen terakhir adalah karena umpan balik dari semua pengalaman yang diperoleh, untuk memberikan titik awal untuk studi lebih lanjut.
Clark mengidentifikasi komponen proses pembaruan kurikulum sebagai berikut.
- Penelaahan terhadap prinsip-prinsip untuk memandu bahasa mengajar/ proses belajar dalam terang teori linguistik terapan dan pengalaman kelas.
- Dengan pengerjaan ulang silabus mewujudkan tujuan, sasaran, konten, dan metodologi yang luas.
- Meninjau kembali strategi kelas mengajar/ strategi pembelajaran.
- Pilihan, adaptasi, dan kreasi sumber mewujudkan pengalaman belajar yang sesuai.
- Meninjau kembali desain penilaian untuk memonitor, melaporkan, dan memberikan timbal balik kemajuan pembelajar.
- Meninjau kembali skema ruang kelas dan bekerjasama.
- Meninjau dan penciptaan desain strategi untuk membantu guru untuk mengevaluasi praktik kelas dan untuk meningkatkan mereka.
- Identifikasi daerah-daerah penelitian untuk menentukan kemungkinan cara tercepat di setiap area.
- Meninjau kembali dan merancang pelayanan pendidikan yang dirancang untuk membantu para guru untuk memperluas basis konseptual dan pragmatis di bidang tertentu, dan untuk mencari solusi untuk masalah kelas mereka sendiri.
I. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa beberapa pendekatan pembelajaran di atas dapat diaplikasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Di antaranya adalah pendekatan struktural, pendekatan audiolingual, pendekatan English for Specific Purposes (ESP) atau yang lebih umumnya disebut dengan Languages for Specific Purposes (LSP) untuk pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing, serta pendekatan komunikatif. Dengan pengaplikasian berbagai pendekatan tersebut, diharapkan pembelajaran bahasa, khususnya bahasa Indonesia berlangsung lebih menyenangkan dan menghasilkan lulusan-lulusan yang berkompeten. Pendekatan serta berbagai metode pembelajaran juga harus selalu berkembang agar mutu pendidikan semakin baik. Berkembangnya pendekatan serta berbagai metode pembelajaran juga memengaruhi perubahan kurikulum yang tentunya mengarah pada perbaikan mutu pendidikan.
J. Kajian Pustaka
Djunaidi. (1988). Pengembangan materi pengajaran Bahasa Inggris berdasarkan pendekatan linguistik konstransif (teori dan praktek). Jakarta: Depdikbud.
Richard, Jack J. (2001). Curriculum develpomen in language teaching. Cambridge: CambridgeUniversity Press.
Slameto. (2003). Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Disusun untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Kurikulum Pendidikan Bahasa Indonesia
Mata Kuliah Kurikulum Pendidikan Bahasa Indonesia
yang Diampu oleh Prof. Dr. Haryadi
oleh:
Immawati Fitri Lestari
Devy Anggraeny Ina Mustafa
Eviana Katika Dewi Yuliati