BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa dan masyarakat merupakan dua hal yang saling berkaitan, keduanya mempunyai hubungan layaknya hubungan simbiosis mutualisme (hubungan antara dua makhluk hidup yang saling menggantungkan dan menguntungkan). Hubungannya tampak jelas bahwa ujaran dan bunyi disebut sebagai bahasa jika berada dan digunakan oleh masyarakat. Masyarakat tidak dapat berjalan (survive) tanpa adanya bahasa yang berguna sebagai sarana untuk saling berinteraksi dan bekerjasama antarindividu di masyarakat. Lembaga-lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat dipertahankan dan dikembangkan dengan menggunakan bahasa. Tiada satu segi kehidupan yang dapat dipisahkan dengan bahasa. Kita memanipulasi, membujuk, mengejek, dan bernegosiasi tanpa kita sadari bahwa kita sedang terlibat dalam pelaksanaan kehidupan berbahasa. Adanya berbagai macam perbedaan dalam masyarakat seperti jenis kelamin, umur, status, dan kelas mengakibatkan berbagai macam variasi bahasa.
Manusia dalam masyarakat mempunyai sifat elastis karena manusia bermasyarakat, sehingga menempati tempat dan menemui suasana yang sangat bervariasi dan disebabkan juga oleh manusia yang mempunyai daya kreatif secara alamiah. Banyak hal yang melatarbelakangi adanya variasi bahasa dalam masyarakat yang sangat menarik. Mempelajari bahasa dalam masyarakat bertujuan untuk mengetahui hal-hal yang mengakibatkan adanya variasi bahasa. Pengetahuan mengenai sebab-sebab variasi bahasa sangat berguna untuk hidup bermasyarakat. Berbagai masalah dan kejadian-kejadian dalam kehidupan sehari-hari menuntut kita untuk dapat menggunakan variasi bahasa tersebut sesuai dengan tempat, waktu, dan keadaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Sebagai sebuah langue, bahasa memiliki sistem dan subsistem yang dipahami sama oleh semua penutur bahasa itu. Namun, karena penutur bahasa tersebut tidak merupakan kumpulan manusia yang homogen, maka wujud bahasa yang konkret (parole) menjadi tidak seragam. Bahasa itu menjadi beragam dan bervariasi. Terjadinya keragaman atau kevariasian bahasa ini juga disebabkan oleh kegiatan interaksi sosial yang penutur bahasa lakukan yang juga beragam. Setiap kegiatan memerlukan atau menyebabkan terjadinya keragaman bahasa. Keragaman ini akan semakin bertambah jika bahasa tersebut digunakan oleh penutur yang sangat banyak serta dalam wilayah yang sangat luas. Misalnya, bahasa Inggris yang digunakan oleh hampir di seluruh dunia.
Hartman dan Stork (lewat Abdul Chaer, 2004: 62) membedakan variasi bahasa berdasarkan kriteria (a) latar belakang geografi dan sosial penutur, (b) medium yang digunakan, dan (c) pokok pembicaraan. Menurut Preston dan Shuy, variasi bahasa (khususnya untuk bahasa Inggris dan Amerika) dibedakan berdasarkan (a) penutur, (b) interaksi, (c) kode, dan (d) realisasi. Menurut Halliday, variasi bahasa dibedakan berdasarkan (a) pemakai, yang dimaksud dialek, dan (b) pemakaian, yang disebut register. Menurut Mc David, variasi bahasa dibedakan berdasarkan (a) dimensi regional, (b) dimensi sosial, dan (c) dimensi temporal.
Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina, dalam hal variasi bahasa ini ada dua pandangan. Pertama, variasi bahasa itu dilihat sebagai akibat adanya keragaman sosial penutur bahasa dan keragaman fungsi bahasa itu. Jadi, variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa. Kedua, variasi bahasa itu sudah ada untuk memenuhi fungsinya sebagai alat interaksi dalam kegiatan masyarakat yang beraneka ragam. Kedua pandangan ini dapat diterima atau ditolak. Namun, variasi bahasa itu dapat diklasifikasikan berdasarkan adanya keragaman sosial dan fungsi kegiatan di masyarakat.
Setiap bahasa yang terdapat di dunia mengenal variasi bahasa. Variasi bahasa adalah keragaman bahasa yang terdapat pada masyarakat tutur (Kridalaksana, 1974: 134). Pendapat lain menyebutkan bahwa ragam bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.
Aslindgf (2007:17) menyatakan bahwa variasi bahasa adalah bentuk-bentuk bagian atau varian dalam bahasa yang masing-masing memiliki pola yang menyerupai pola umum bahasa induksinya. Variasi bahasa disebabkan oleh adanya kegiatan interaksi sosial yang dilakukan oleh masyarakat/kelompok yang sangat beragam dan dikarenakan oleh para penuturannya yang tidak bersifat homogen.
Jadi, dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa variasi bahasa adalah sejenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan, variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.
B. Klasifikasi Variasi Bahasa
Menurut Abdul Chaer (2004: 62) variasi bahasa dibedakan berdasarkan penuturnya, pemakaiannya, keformalannya, dan sarananya. Berikut ini akan dibahas macam-macam variasi bahasa tersebut.
1. Variasi dari Segi Penutur
a. Idiolek
Idiolek yakni variasi bahasa yang bersifat perseorangan. Menurut konsep idiolek, setiap orang memiliki variasi bahasanya atau idioleknya masing-masing. Variasi idiolek ini berkenaan dengan warna suara, pilihan kata, gaya bahasa, susunan kalimat, dan lainnya. Dari hal-hal di atas yang paling mendominasi adalah warna suara sehingga jika kita cukup akrab dengan seseorang, hanya mendengar bicaranya tanpa melihat orangnya, kita dapat mengenalinya. Mengenali idiolek seseorang dari bicaranya lebih mudah daripada melalui karya tulisnya.
b. Dialek
Variasi bahasa dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang jumlahnya relatif, yang berada pada suatu tempat, wilayah, atau area tertentu. Karena dialek ini didasarkan pada wilayah atau area tempat tinggal penutur, maka dialek ini lazim disebut dialek areal, dialek regional, atau dialek geografi. Para penutur dalam suatu dialek, meskipun mereka memiliki idioleknya masing-masing, memiliki kesamaan ciri yang menandai bahwa mereka berada pada satu dialek, yang berbeda dengan kelompok penutur lain, yang berada dalam daleknya sendiri dengan ciri lain yang menandai dialeknya juga. Umpamanya, bahasa Jawa dialek Bayumas, Pekalongan, Surabaya, dan lain sebagainya.
c. Kronolek atau Dialek Temporal
Variasi bahasa kronolek atau dialek temporal adalah variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok sosial pada masa tertentu. Misalnya, variasi bahasa Indonesia pada masa tahun tiga puluhan, variasi bahasa pada tahun lima puluhan, dan variasi bahasa pada masa kini. Variasi bahasa pada ketiga zaman itu tentunya berbeda, baik dari segi lafal, ejaan, morfologi, maupun sintaksis. Yang paling tampak biasanya dari segi leksikon, karena bidang ini mudah sekali berubah akibat perubahan sosial budaya, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
d. Sosiolek atau Dialek Sosial
Sosiolek adalah variasi bahasa yang berkenaan dengan status, golongan, dan kelas sosial para penuturnya. Dalam sosiolinguistik, biasanya variasi bahasa inilah yang paling banyak dibicarakan, karena variasi bahasa ini menyangkut semua masalah pribadi para penuturnya, seperti usia, pendidikan, seks, pekerjaan, tingkat kebangsawanan, dan keadaan sosial ekonomi. Perbedaan variasi bahasa ini bukan berkenaan dengan isi pembicaraan, melainkan perbedaan dalam bidang morfologi, sintaksis, dan kosakata.
1) Variasi bahasa berdasarkan usia
Variasi bahasa berdasarkan usia yaitu variasi bahasa yang digunakan berdasarkan tingkat usia. Misalnya variasi bahasa anak-anak akan berbeda dengan variasi remaja atau orang dewasa.
2) Variasi bahasa berdasarkan pendidikan
Variasi bahasa berdasarkan pendidikan yaitu variasi bahasa yang terkait dengan tingkat pendidikan si pengguna bahasa. Misalnya, orang yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar akan berbeda variasi bahasanya dengan orang yang lulus sekolah tingkal atas. Demikian pula, orang lulus pada tingkat sekolah menengah atas akan berbeda penggunaan variasi bahasanya dengan mahasiswa atau para sarjana.
3) Variasi bahasa berdasarkan seks
Variasi bahasa berdasarkan seks adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis kelamin, dalam ini pria atau wanita. Misalnya, variasi bahasa yang digunakan oleh ibu-ibu akan berbeda dengan variasi bahasa yang digunakan bapak-bapak.
4) Variasi berdasarkan profesi, pekerjaan, atau tugas
Variasi bahasa berdasarkan profesi adalah variasi bahasa yang terkait dengan jenis profesi, pekerjaan dan tugas para penguna bahasa tersebut. Misalnya, variasi yang digunakan oleh para buruh, guru, mubalik, dokter, dan lain sebagninya tentu mempunyai perbedaan variasi bahasa.
5) Variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan
Variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan adalah variasi yang terkait dengan tingkat dan kedudukan penutur (kebangsawanan atau raja-raja) dalam masyarakatnya. Misalnya, adanya perbedaan variasi bahasa yang digunakan oleh raja (keturunan raja) dengan masyarakat biasa dalam bidang kosa kata, seperti kata mati digunakan untuk masyarakat biasa, sedangkan para raja menggunakan kata mangkat.
6) Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur
Variasi bahasa berdasarkan tingkat ekonomi para penutur adalah variasi bahasa yang mempunyai kemiripan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat kebangsawanan, hanya saja tingkat ekonomi bukan mutlak sebagai warisan sebagaimana halnya dengan tingkat kebangsawanan. Misalnya, seseorang yang mempunyai tingkat ekonomi yang tinggi akan mempunyai variasi bahasa yang berbeda dengan orang yang mempunyai tingkat ekonomi lemah.
Berkaitan dengan variasi bahasa berdasarkan tingkat golongan, status dan kelas sosial para penuturnya dikenal adanya variasi bahasa akrolek, basilek, vulgar, slang, kolokial, jargon, argot, ken, dan prokem. Adapun penjelasan tentang variasi bahasa tersebut adalah sebagai berikut.
• Akrolek adalah variasi sosial yang dianggap lebih tinggi atau lebih bergengsi daripada variasi sosial lainya. Sebagai contoh akrolek ini adalah yang disebut sebagai bahasa bagongan, yaitu bahasa Jawa yang khusus digunakan oleh para bangsawan kraton Jawa.
• Basilek adalah variasi sosial yang dianggap kurang bergengsi, atau bahkan dipandang rendah. Contoh basilek adalah bahasa Inggris yang digunakan oleh para cowboy dan kuli tambang. Begitu juga nahasa Jawa “krama desa”.
• Vulgar adalah variasi sosial yang ciri-cirinya tampak pada pemakai bahasa yang kurang terpelajar atau dari kalangan yang tidak berpendidikan.
• Slang adalah variasi sosial yang bersifat khusus dan rahasia. Artinya, variasi ini digunakan oleh kalanga tertentu yang sangat terbatas dan tidak boleh diketahui oleh kalangan di luar kelompok itu.
• Kolokial adalah variasi sosial yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata kolokial berasal dari kata colloquium yang berarti ‘percakapan, konversasi’. Jadi kolokial berarti bahasa percakapan, bukan bahasa ulis. Kolokial ini cenderung menyingkat kata karena bukan merupakan bahasa tulis. Misalnya dok (dokter), prof (profesor), let (letnan), nda (tidak), dll.
• Jargon adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh kelompok sosial tertentu. Ungkapan yang digunakan seringkali tidak dapat dipahami oleh masyarakat umum atau masyarakat di luar kelompoknya. Namun, ungkapan itu tidak bersifat rahasia. Misalnya, ungkapan para montir dengan istilah roda gila, didongkrak, dan lain-lain.
• Argot adalah variasi sosial yang digunakan secara terbatas oleh profesi tertentu dan bersifat rahasia. Letak kekhususan argot ini adalah pada kosakata. Misalnya, bahasa para pencuri dan tukang copet, kaca mata artinya polisi.
• Ken adalah variasi sosial yang bernada memelas, dibuat merengek-rengek penuh dengan kepura-puraan. Misalnya, variasi bahasa para pengemis.
• Prokem adalah variasi bahasa dengan leksikon tertentu digunakan oleh kaum remaja. Contohnya, kata bokap untuk bapak, sepokat untuk sepatu, dan bokin untuk bini. Ada juga yang mengatakan bahwa prokem adalah sejenis variasi bahasa khas yang boleh disebut sebagai jenis bahasa rahasia yang hanya digunakan kelompok tertentu saja untuk berkomunikasi dengan warga masyarakat yang bukan anggota kelompok mereka.
2. Variasi dari Segi Pemakaian
Variasi bahasa berkenaan dengan pemakaian atau fungsinya disebut fungsiolek (Nababan lewat Abdul Chaer, 2004: 68) atau register. Variasi bahasa ini biasanya dibicarakan berdasarkan bidang penggunaan, gaya, atau tingkat keformalan, dan sarana penggunaan. Variasi bahasa berdasarkan bidang pemakaiannya ini menyangkut bahasa itu digunakan untuk keperluan atau bidang apa. Misalnya bidang sastra jurnalistik, militer, pertanian, pelayaran, perekonomian, perdagangan, pendidikan, dan kegiatan keilmuwan.
Variasi bahasa dari segi pemakaian ini yang paling tampak cirinya adalah dalam hal kosakata. Setiap bidang kegiatan biasanya mempunyai kosakata khusus yang tidak digunakan dalam bidang lain. Namun demikian, variasi berdasarkan bidang pemakaian ini tampak pula dalam tataran morfologi dan sintaksis.
Ragam bahasa sastra biasanya menekan penggunaan kata dari segi estetis sehingga dipilih dan digunakanlah kosakata yang tepat. Ragam bahasa jurnalistik juga mempunyai ciri tertentu, yakni bersifat sederhana, komunikatif, dan ringkas. Sederhana karena harus dipahami dengan mudah; komunikatif karena jurnalistik harus menyampaikan berita secara tepat; dan ringkas karena keterbatasan ruang (dalam media cetak), dan keterbatasan waktu (dalam media elektronik). Intinya ragam bahasa yang dimaksud adalah ragam bahasa yang menunjukkan perbedaan ditinjau dari segi siapa yang menggunakan bahasa tersebut.
Ragam bahasa militer dikenal dengan cirinya yang ringkas dan bersifat tegas, sesuai dengan tugas dan kehidupan kemiliteran yang penuh dengan disiplin dan instruksi. Bahasa militer di Indonesia dikenal dengan cirinya yang memerlukan ketegasan yang dipenuhi berbagai singkatan dan akronim.
Ragam bahasa ilmiah yang juga dikenal dengan cirinya yang lugas, jelas, dan bebas dari ambigu, serta segala macam metafora dan idiom. Bebas dari segala keambiguan karena bahasa ilmiah harus memberikan informasi keilmuan secara jelas, tanpa keraguan makna, dan terbebas dari kemungkinan tafsiran makna yang berbeda.
3. Variasi dari segi Keformalan
Variasi bahasa berdasarkan tingkat keformalannya, Martin Joos (lewat Abdul Chaer, 2004: 70) membagi variasi bahasa atas lima macam gaya, yaitu:
a. Gaya atau ragam beku (frozen)
Gaya atau ragam beku adalah variasi bahasa yang paling formal, yang digunakan pada situasi-situasi khikmat dan upacara-upacara resmi, misalnya dalam upacara kenegaraan, khotbah di masjid, tata cara pengambilan sumpah, kitab undang-undang, akte notaris, dan surat-surat keputusan.
b. Gaya atau ragam resmi (formal)
Gaya atau ragam resmi adalah variasi bahasa yang biasa digunakan pada pidato kenegaraan, rapat dinas, surat-menyurat dinas, buku pelajaran, dan lain sebagainya. Pola dan kaidah ragam resmi ini pada dasarnya sama dengan ragam bahasa baku atau standar yang hanya digunakan dalam situasi resmi, dan tidak dalam situasi yang tidak resmi.
c. Gaya atau ragam usaha (konsultatif)
Gaya atau ragam usaha atau ragam konsultatif adalah variasi bahasa yang lazim dalam pembicaraan biasa di sekoliah, rapat-rapat, atau pembicaraan yang berorientasi pada hasil atau produksi. Jadi, dapat dikatakan, ragam bahasa ini adalah ragam bahasa yang paling operasional. Wujud ragam ini berada di antara ragam formal dan ragam informal atau santai.
d. Gaya atau ragam santai (casual)
Gaya bahasa ragam santai adalah ragam bahasa yang digunakan dalam situasi yang tidak resmi untuk berbincang-bincang dengan keluarga atau teman karib pada waktu istirahat, berolahraga, berekreasi, dan sebagainya.
e. Gaya atau ragam akrab (intimate)
Gaya atau ragam akrab adalah variasi bahasa yang biasa digunakan oleh para penutur yang hubungannya sudah akrab, seperti antaranggota keluarga atau antarteman yang sudah karib. Variasi bahasa ini biasanya ditandai dengan penggunaan bahasa yang tidak lengkap, pendek-pendek dan artikulasi seringkali tidak jelas. Hal ini karena di antara partisipan sudah ada saling pengertian dan memiliki pengetahuan yang sama.
4. Variasi dari Segi Sarana
Di dalam bahasa Indonesia di samping dikenal kosakata baku Indonesia dikenal pula kosakata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosakata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolok ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.
Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut.
a. Ragam bahasa lisan
Ragam bahasa lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Ciri-ciri ragam lisan adalah sebagai berikut:
1) memerlukan orang kedua atau teman bicara,
2) tergantung situasi, kondisi, ruang, dan waktu,
3) hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh,
4) berlangsung cepat,
5) sering dapat berlangsung tanpa alat bantu,
6) kesalahan dapat langsung dikoreksi,
7) dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.
Yang termasuk dalam ragam lisan di antaranya pidato, ceramah, sambutan, berbincang-bincang, dan masih banyak lagi. Semua itu sering digunakan kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari, terutama saat berbincang-bincang, karena tidak diikat oleh aturan-aturan atau cara penyampaian seperti halnya pidato ataupun ceramah.
b. Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosakata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, dan surat kabar. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah. Ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:
1) tidak memerlukan kehadiran orang lain,
2) tidak terikat ruang dan waktu,
3) kosakata yang digunakan dipilih secara cermat,
4) pembentukan kata dilakukan secara sempurna,
5) kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap,
6) paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu,
7) berlangsung lambat,
8) memerlukan alat bantu.
C. Penyebab Variasi Bahasa
Beberapa penyebab adanya variasi bahasa adalah sebagai berikut.
1. Perbedaan wilayah
Setiap daerah mempunyai perbedaan kultur atau daerah hidup yang berbeda seperti wilayah Jawa dan Papua dan beberapa wilayah Indonesia lainnya.
2. Perbedaan demografi
Setiap daerah memiliki dataran yang berbeda seperti wilayah di daerah pantai, pegunungan yang biasanya cenderung mengunakan bahasa yang singkat jelas dan dengan intonasi volume suara yang besar. Berbeda dengan pada pemukiman padat penduduk yang menggunakan bahasa lisan yang panjang lebar dikarenakan lokasinya yang saling berdekatan dengan intonasi volume suara yang kecil.
3. Perbedaan adat istiadat
Setiap daerah mempunyai kebiasaan dan bahasa nenek moyang senderi sendiri dan berbeda beda. Sebagai contoh ilustrasi berikut akan menggambarkan contoh simple adanya keragaman bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari hari.
Ana adalah seorang pelajar, ibunya berasal dari Papua dan ayahnya dari Lampung, Ana sedari kecil tinggal di Papua dareah pegunungan, sehari hari Ana menggunakan bahasa daerah Papua, ketika berusia 17 tahun Ana pindah dan memetap di Jakarta, teman teman Ana heran mendengar logat dialek bahasa Ana yang berbeda dan terbiasa berbicara dengan volume suara yang keras namun mereka mampu memaklumi karena inilah ragam bahasa Indonesia.
BAB III
KESIMPULAN
Variasi bahasa adalah sejenis ragam bahasa yang pemakaiannya disesuaikan dengan fungsi dan situasinya, tanpa mengabaikan kaidah-kaidah pokok yang berlaku dalam bahasa yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan, variasi bahasa itu terjadi sebagai akibat dari adanya keragaman sosial dan keragaman fungsi bahasa.
Jenis-jenis variasi bahasa, antara lain adalah sebagai berikut:
1. variasi bahasa dari segi penutur,
2. variasi bahasa dari segi segi pemakaian,
3. variasi bahasa dari segi segi keformalan,
4. variasi bahasa dari segi segi sarana.
Penyebab adanya variasi bahasa adalah sebagai berikut:
1. perbedaan wilayah,
2. perbedaan adat istiadat,
3. perbedaan demografi.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi,dkk (eds). 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Aslindgf. 2007. Variasi Bahasa. http://larasati-cadiva.blogspot.com /2010/04 /variasi-bahasa.html. Diunduh pada tanggal 10 April 2011.
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta.
Chaer, Abdul dkk. 2004. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Moch. Maulana Syahruddin. 2012. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Timbulnya Ragam Bahasa Di Indonesia. http://maulodonk221027.blogspot.com/2012/06/faktor-faktoryang-menyebabkan_25.html?m=1. Diunduh pada tanggal 5 Maret 2013.
Sumarsono. 2012. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
terima kasih. postingannya sangat membantu saya dalam pengetahuan saya tentang ragam bahasa....
BalasHapus